Pengetahuan terhadap isu-isu hukum internasional salah satu kunci
penting advokat yang ingin memberikan jasa lintas negara. Peluangnya
tetap terbuka. Organisasi advokat ikut memfasilitasi.
Diskusi di salah satu ruangan IASTH kampus Universitas Indonesia (UI)
Salemba Jakarta, 12 September lalu, lebih banyak menyuarakan optimisme
dan peluang bagi lulusan fakultas hukum. Meskipun persaingan antar
lulusan fakultas hukum semakin ketat, tetap ada peluang bagi mereka yang
mampu menyesuaikan diri. Selain adaptif, lulusan hukum diharuskan
kreatif jika ingin mampu bersaing di dunia global.
Peluang memasuki pasar global jasa hukum tetap terbuka bagi lulusan hukum, khususnya advokat Indonesia. Guru Besar Fakutas Hukum UI, Achmad Zen Umar Purba, menyebut salah satu kuncinya adalah kepekaan advokat atas perkembangan isu hukum mulai dari skala lokal hingga global. Perkembangan teknoogi dan mudahnya akses informasi justru ikut membantu lulusan hukum untuk go international. “Sampai sekarang prospek lawyers itu tinggi,” kata mantan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM itu.
Suara optimisme juga disampaikan advokat Ahmad Fikri Assegaf. Menurut Fikri, masih ada peluang besar yang bisa diambil lulusan hukum Indonesia di dunia global. Akses informasi dan pemanfaatan teknologi justru bisa membantu akselarasi pembelajaran, pengetahuan, dan peningkatan kualitas jasa oleh profesional hukum. Tentu saja penguasaan bahasa internasional menjadi kunci penting untuk sukses dan punya daya tawar kalau mau bersaing di dunia global. Due diligence adalah pasar utama yang dimasuki para lulusan hukum yang menjalankan profesi corporate lawyer.
(Baca juga: Prospek Lulusan Hukum Masih Cerah di Pasar Global).
Suara optimisme itu seolah menafikan pesimisme yang sempat menyeruak ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sedang gencar diperbincangkan. Polling sederhana yang pernah digelar Hukumonline pada Desember 2014, misalnya, mengisyaratkan kekhawatiran atas kesiapan advokat Indonesia masuk ke pasar lintas negara-negara Asia Tenggara.
Kekhawatiran itu antara lain muncul karena belum meratanya kompetensi dan kapabilitas advokat. Selama ini yang banyak mendapatkan ‘kue’ jasa hukum di level global adalah forma hukum di Ibukota Jakarta. Meskipun demikian, semua firma hukum dan advokat sebenarnya punya kesempatan yang sama di era global. Tinggal bagaimana menangkap peluang yang ada, dan tentu saja meningkatkan pengetahuan tentang dunia internasional serta meningkatkan kapasitas pribadi melakukan due diligence.
Kemampuan melakukan due diligence bagi pengacara yang ingin go international itu semakin penting setelah International Bar Association (IBA) menerbitkan Practical Guide on Business and Human Rights for Business Lawyers (IBA Practical Guide). Dibahas sejak 2015, IBA Practical Guide menjadi pedoman bagi advokat lintas negara melakukan due diligence bisnis dan hak asasi manusia atas permintaan korporasi kliennya.
(Baca juga: Kenali Panduan Praktis ala Asosiasi Advokat Sejagat).
IBA Practical Guide itu merupakan turunan dari United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs), sebuah produk hukum tak mengikat dari Dewan HAM PBB. Indonesia, melalui Kementerian Hukum dan HAM, sedang menyusun parameter implementasi UNGPs dalam konteks Indonesia. Meskipun tak mengikat secara hukum, Pemerintah berharap kalangan professional hukum mengikuti prinsip-prinsip due diligence bisnis dan hak asasi yang sudah disepakati lintas negara.
Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) tercatat sebagai salah satu anggota IBA. Organisasi advokat ini belum menyikapi secara formal Practical Guide yang diterbitkan IBA. Namun, selama beberapa tahun terakhir DPN Peradi sudah menaruh perhatian besar pada peningkatan kapasitas dan kompetensi advokat menghadapi persaingan global. Caranya antara lain menggelar diskusi di beberapa daerah dengan topik-topik yang hangat di dunia internasional. Misalnya, seminar internasional tentang advokat dan MEA di Medan, seminar kepemilikan rumah susun dan WNA di Surabaya, dan seminar arbitrase di Makassar.
(Baca juga: Catat! Ini Alasan Advokat Lokal Tak Perlu Takut Pasar Bebas MEA).
Tak hanya itu, DPN Peradi rutin menggelar serial diskusi berbahasa Inggris di kantor DPN Peradi Slipi. Pekan terakhir September 2017 ini, misalnya, diskusi mengambil tema ‘Preparing Competitive Indonesian Lawyers in ASEAN and International Market. Tema isu-isu global juga dibahas dalam diskusi-diskusi sebelumnya. Tema ini memperlihatkan arah global persiapan para advokat Indonesia.
Kebutuhan atas para pengacara andal di level dunia sebenarnya tak hanya terkait dengan klien perusahaan multinasional, tetapi juga sengketa bisnis yang melibatkan Pemerintah. Pemerntah Indonesia sudah berkali-kali menghadapi sengketa di forum arbitrase internasional. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly tegas menyebut Indonesia masih kekurangan lawyer andal. Karena itu, Pemerintah pernah menyewa lawyer asing untuk mewakili Indonesia di forum arbitrase internasional.
(Baca juga: Menteri Yasonna: Indonesia Masih Kekurangan Pengacara Andal).
Kebutuhan atas lawyers andal di pentas global bukan hanya di bidang arbitrase. Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Ade Maman Suherman, menunjuk pentingnya lawyers yang mumpuni dalam proses perlindungan produk pertanian. Sebagai negara agraris, Indonesia membutuhkan produk pertanian dan perkebunannya mampu bersaing di dunia. Karena itu, Pemerintah membutuhkan lawyers yang menguasai bidang pertanian dan perlindungan produk pangan.
Dua arah
Melihat kebijakan yang ditempuh organisasi advokat di Indonesia, sebenarnya bisa dilihat kebijakan dua arah. Pertama, mendorong advokat Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas agar bisa bersaing di dunia global. Sejumlah firma hukum Indonesia sudah bergabung dengan firma hukum asing. Sejumlah lulusan hukum asal Indonesia juga sudah mampu berkiprah di firma hukum luar negeri.
Kedua, membuka ruang bagi masuknya advokat asing ke Indonesia. Jumlah lawyer asing terus bertambah ke Indonesia. Dalam konteks ini, Iswahjudi A Karim, pernah meminta advokat Indonesia tak minder jika berhadapan dengan advokat asing. Ia memberikan sejumlah kiat menghadapi lawyer asing, antara lain mampu berbahasa Inggris, rasa percaya diri, dan penguasaan hukum acara arbitrase.
(Baca juga: 5 Kiat Hadapi Lawyer Asing di Forum Arbitrase Internasional).
Dengan dua arah kebijakan itu, persaingan para advokat kian terasa. Dalam sebuah diskusi yang digelar Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) di Jakarta, 21 Agustus lalu, semakin kompetitifnya pemberian jasa hukum juga disuarakan para pengurus organisasi itu. HKHPM bahkan berencana membuat aturan biaya jasa hukum, khusus di lingkungan pasar modal dan keuangan.
Ketua Umum HKHPM, Indra Safitri, menyebut gagasan itu sebagai antisipasi agar kualitas layanan jasa hukum pasar modal dan keuangan tidak merosot. Persaingan yang ketat diyakini bisa menurunkan kualitas layanan jasa hukum. “Kita merasa perlu menetapkan langkah-langkah yang terbaik agar persaingan jasa (hukum) ini tidak justru melemahkan kualitas layanan,” tegasnya kepada hukumonline.
Kesempatan untuk bersaing di dunia akan tetap terbuka sepanjang advokat Indonesia terus mengasah dirinya dan memanfaatkan peluang. Mungkin Pertemuan Tahunan IBA pada Oktober 2017 mendatang di Sydney salah satu ajang yang bisa dijajal. Siapa tahu di ajang ini advokat Indonesia semakin memahami IBA Practical Guide sekaligus membangun jaringan dengan advokat dan perusahaan luar negeri. Seperti kata Martin Solic, Presiden IBA saat ini, Rapat Tahunan kali ini menghadirkan ‘an unparalleled opportunity to exchange knowledge and to create and renew a global network of colleagues and business contracts’.
Peluang memasuki pasar global jasa hukum tetap terbuka bagi lulusan hukum, khususnya advokat Indonesia. Guru Besar Fakutas Hukum UI, Achmad Zen Umar Purba, menyebut salah satu kuncinya adalah kepekaan advokat atas perkembangan isu hukum mulai dari skala lokal hingga global. Perkembangan teknoogi dan mudahnya akses informasi justru ikut membantu lulusan hukum untuk go international. “Sampai sekarang prospek lawyers itu tinggi,” kata mantan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM itu.
Suara optimisme juga disampaikan advokat Ahmad Fikri Assegaf. Menurut Fikri, masih ada peluang besar yang bisa diambil lulusan hukum Indonesia di dunia global. Akses informasi dan pemanfaatan teknologi justru bisa membantu akselarasi pembelajaran, pengetahuan, dan peningkatan kualitas jasa oleh profesional hukum. Tentu saja penguasaan bahasa internasional menjadi kunci penting untuk sukses dan punya daya tawar kalau mau bersaing di dunia global. Due diligence adalah pasar utama yang dimasuki para lulusan hukum yang menjalankan profesi corporate lawyer.
(Baca juga: Prospek Lulusan Hukum Masih Cerah di Pasar Global).
Suara optimisme itu seolah menafikan pesimisme yang sempat menyeruak ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sedang gencar diperbincangkan. Polling sederhana yang pernah digelar Hukumonline pada Desember 2014, misalnya, mengisyaratkan kekhawatiran atas kesiapan advokat Indonesia masuk ke pasar lintas negara-negara Asia Tenggara.
Kekhawatiran itu antara lain muncul karena belum meratanya kompetensi dan kapabilitas advokat. Selama ini yang banyak mendapatkan ‘kue’ jasa hukum di level global adalah forma hukum di Ibukota Jakarta. Meskipun demikian, semua firma hukum dan advokat sebenarnya punya kesempatan yang sama di era global. Tinggal bagaimana menangkap peluang yang ada, dan tentu saja meningkatkan pengetahuan tentang dunia internasional serta meningkatkan kapasitas pribadi melakukan due diligence.
Kemampuan melakukan due diligence bagi pengacara yang ingin go international itu semakin penting setelah International Bar Association (IBA) menerbitkan Practical Guide on Business and Human Rights for Business Lawyers (IBA Practical Guide). Dibahas sejak 2015, IBA Practical Guide menjadi pedoman bagi advokat lintas negara melakukan due diligence bisnis dan hak asasi manusia atas permintaan korporasi kliennya.
(Baca juga: Kenali Panduan Praktis ala Asosiasi Advokat Sejagat).
IBA Practical Guide itu merupakan turunan dari United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs), sebuah produk hukum tak mengikat dari Dewan HAM PBB. Indonesia, melalui Kementerian Hukum dan HAM, sedang menyusun parameter implementasi UNGPs dalam konteks Indonesia. Meskipun tak mengikat secara hukum, Pemerintah berharap kalangan professional hukum mengikuti prinsip-prinsip due diligence bisnis dan hak asasi yang sudah disepakati lintas negara.
Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) tercatat sebagai salah satu anggota IBA. Organisasi advokat ini belum menyikapi secara formal Practical Guide yang diterbitkan IBA. Namun, selama beberapa tahun terakhir DPN Peradi sudah menaruh perhatian besar pada peningkatan kapasitas dan kompetensi advokat menghadapi persaingan global. Caranya antara lain menggelar diskusi di beberapa daerah dengan topik-topik yang hangat di dunia internasional. Misalnya, seminar internasional tentang advokat dan MEA di Medan, seminar kepemilikan rumah susun dan WNA di Surabaya, dan seminar arbitrase di Makassar.
(Baca juga: Catat! Ini Alasan Advokat Lokal Tak Perlu Takut Pasar Bebas MEA).
Tak hanya itu, DPN Peradi rutin menggelar serial diskusi berbahasa Inggris di kantor DPN Peradi Slipi. Pekan terakhir September 2017 ini, misalnya, diskusi mengambil tema ‘Preparing Competitive Indonesian Lawyers in ASEAN and International Market. Tema isu-isu global juga dibahas dalam diskusi-diskusi sebelumnya. Tema ini memperlihatkan arah global persiapan para advokat Indonesia.
Kebutuhan atas para pengacara andal di level dunia sebenarnya tak hanya terkait dengan klien perusahaan multinasional, tetapi juga sengketa bisnis yang melibatkan Pemerintah. Pemerntah Indonesia sudah berkali-kali menghadapi sengketa di forum arbitrase internasional. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly tegas menyebut Indonesia masih kekurangan lawyer andal. Karena itu, Pemerintah pernah menyewa lawyer asing untuk mewakili Indonesia di forum arbitrase internasional.
(Baca juga: Menteri Yasonna: Indonesia Masih Kekurangan Pengacara Andal).
Kebutuhan atas lawyers andal di pentas global bukan hanya di bidang arbitrase. Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Ade Maman Suherman, menunjuk pentingnya lawyers yang mumpuni dalam proses perlindungan produk pertanian. Sebagai negara agraris, Indonesia membutuhkan produk pertanian dan perkebunannya mampu bersaing di dunia. Karena itu, Pemerintah membutuhkan lawyers yang menguasai bidang pertanian dan perlindungan produk pangan.
Dua arah
Melihat kebijakan yang ditempuh organisasi advokat di Indonesia, sebenarnya bisa dilihat kebijakan dua arah. Pertama, mendorong advokat Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas agar bisa bersaing di dunia global. Sejumlah firma hukum Indonesia sudah bergabung dengan firma hukum asing. Sejumlah lulusan hukum asal Indonesia juga sudah mampu berkiprah di firma hukum luar negeri.
Kedua, membuka ruang bagi masuknya advokat asing ke Indonesia. Jumlah lawyer asing terus bertambah ke Indonesia. Dalam konteks ini, Iswahjudi A Karim, pernah meminta advokat Indonesia tak minder jika berhadapan dengan advokat asing. Ia memberikan sejumlah kiat menghadapi lawyer asing, antara lain mampu berbahasa Inggris, rasa percaya diri, dan penguasaan hukum acara arbitrase.
(Baca juga: 5 Kiat Hadapi Lawyer Asing di Forum Arbitrase Internasional).
Dengan dua arah kebijakan itu, persaingan para advokat kian terasa. Dalam sebuah diskusi yang digelar Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) di Jakarta, 21 Agustus lalu, semakin kompetitifnya pemberian jasa hukum juga disuarakan para pengurus organisasi itu. HKHPM bahkan berencana membuat aturan biaya jasa hukum, khusus di lingkungan pasar modal dan keuangan.
Ketua Umum HKHPM, Indra Safitri, menyebut gagasan itu sebagai antisipasi agar kualitas layanan jasa hukum pasar modal dan keuangan tidak merosot. Persaingan yang ketat diyakini bisa menurunkan kualitas layanan jasa hukum. “Kita merasa perlu menetapkan langkah-langkah yang terbaik agar persaingan jasa (hukum) ini tidak justru melemahkan kualitas layanan,” tegasnya kepada hukumonline.
Kesempatan untuk bersaing di dunia akan tetap terbuka sepanjang advokat Indonesia terus mengasah dirinya dan memanfaatkan peluang. Mungkin Pertemuan Tahunan IBA pada Oktober 2017 mendatang di Sydney salah satu ajang yang bisa dijajal. Siapa tahu di ajang ini advokat Indonesia semakin memahami IBA Practical Guide sekaligus membangun jaringan dengan advokat dan perusahaan luar negeri. Seperti kata Martin Solic, Presiden IBA saat ini, Rapat Tahunan kali ini menghadirkan ‘an unparalleled opportunity to exchange knowledge and to create and renew a global network of colleagues and business contracts’.
sumber : hukumonline.com